Setiap tahun sehari setelah hari raya Nyepi, yaitu di hari Ngembak Geni, warga desa Kedonganan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, melakukan tradisi Mabuug-buugan. Buug artinya lumpur, yang menjadi simbol Ibu Pertiwi dan perwujudan rasa syukur atas kesuburan tanah.
Ilustrasi : Tradisi Mabuug-Buugan di Kedonganan, Bali |
Namun upacara ‘mandi lumpur’ yang ada sejak 1920-an itu sempat lama ditinggalkan dan terlupakan. Meletusnya Gunung Agung pada 1963 disusul peristiwa 1965 yang membuat kondisi politik tidak menentu, memaksa masyakarat meninggalkan tradisi ini. Meski demikian masih ada satu dua orang yang setia melakukannya.
Pada 2015 pemuda Kedonganan yang tergabung dalam Karang Taruna Eka Santhi akhirnya menyadari mengapa leluhur mereka menciptakan tradisi Mabuug-buugan. Mereka mendapati filosofi Mabuug-buugan, bahwa lumpur adalah perpaduan antara air dan tanah, yang keduanya merupakan simbol kehidupan. Sedangkan hutan bakau menjadi penjaga tanah dan air itu.
Ternyata para leluhur telah lama memahami pentingnya hutan bakau untuk mencegah abrasi dan menahan tsunami. Jika saja hutan bakau tidak ada, saat tsunami datang niscaya desa bisa tenggelam. Karena itulah leluhur menciptakan Mabuug-buugan, untuk menjaga lestarinya hutan bakau dan simbol manusia melepaskan kotoran dari dirinya dan menjadi suci di Tahun Baru Saka.
Pemuda karang taruna pun berinisiatif menghidupkan kembali tradisi luhur itu. Gayung bersambut, niat itu didukung baik oleh para pejabat desa. Mereka lalu bekerjasama dengan Universitas Udayana, melakukan riset, yang hasilnya adalah di tahun yang sama Mabuug-buugan dihidupkan kembali.
Upacara dimulai dengan berkumpulnya warga desa di beberapa banjar di siang hari. Lalu mereka berjalan ke Pura Bale Agung untuk berdoa bersama warga lain yang sudah ada di situ. Kemudian Kepala Desa Kedonganan meminta mereka untuk pergi ke suwung (hutan bakau) yang tidak jauh dari pura.
Sepanjang perjalanan warga terus-menerus mengucapkan, “Mentul kenceng, mentul kenceng, glendang glendong, glendang glendong.” Sementara irama Gong Bale Ganjur mengiringi sepanjang upacara.
Sampai di hutan bakau, sekitar pukul 4 sore, serempak sesuai aba-aba para pemuda dan remaja pria yang hanya mengenakan udeng dan kain, terjun ke sungai kecil berlumpur. Mereka melumuri tubuh dengan lumpur dari ujung kepala hingga ujung kaki. Mereka juga saling melumurkan lumpur ke orang yang ada di dekatnya.
Sekitar 30 menit mandi lumpur yang seru itu berlangsung. Wisatawan yang menyaksikan pun sibuk memotret dan merekam kegiatan itu.
Setelah itu peserta upacara melanjutkan perjalanan ke pantai Kedonganan. Di pantai mereka beristirahat, sebagian bermain permainan tradisional Galo-galoan, tarian Joged Bungbung juga dipertunjukkan. Upacara diakhiri dengan mandi air laut untuk membersihkan lumpur.
Tradisi Mabuug-buugan direkomendasikan menjadi salah satu atraksi wisata yang patut disaksikan di sekitar Kuta. Selain menyaksikan ritual tradisional, wisatawan juga diajak menyusuri hutan bakau, menikmati musik dan tari tradisional, serta berwisata di pantai Kedonganan.
Letak Desa Kedonganan sangat dekat dengan Bandara Ngurah Rai, Bali, hanya sekitar 17 menit bermobil. Untuk kemudahan transportasi sejak dari bandara wisatawan bisa menyewa mobil di Omocars.com. Harga terjangkau dan praktis, karena wisatawan tinggal menunggu mobil pilihannya diantarkan ke bandar